Thursday, May 15, 2008

Belajar Melihat Proses SKB Ahmadiyah

Ada yang menarik untuk dicermati selama proses rencana dimunculkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) mengenai aturan pemerintah terhadap Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI). Yakni, bagaimana pemerintah memilih tidak segera merespon tuntutan penerbitan SKB itu.

Sebelum pemerintah mengambil keputusan akhir, apakah ditolak atau diterbitkan atau diambangkan sehingga bisa dimunculkan sewaktu-waktu, yang jelas saat ini sedang terjadi satu komunikasi politik. Komunikasi ini terjadi sangat intensif.

Pemerintah sepertinya masih mendengarkan aspirasi yang bertumbuh di tengah masyarakat. Aspirasi itu diantaranya berupa masukan-masukan agar SKB itu tidak perlu ada. Atau desakan atau ancaman kepada pemerintah untuk tetap mengeluarkan SKB.

Hal ini menjadi input bagi pemerintah. Argumentasi yang diberikan oleh masyarakat itu akan dilakukan penggodokan yang lama dan mendalam. Ditimang-timang, di elus-elus atau diapa-apakan yang intinya sedang mendapatkan kesimpulan.

Ada pihak yang berargumentasi bahwa JAI itu adalah ajaran yang menodai Islam dan menimbulkan konflik. Kemudian MUI mengeluarkan fatwa segala. Sekelompok orang melakukan aksi pembakaran rumah ibadah JAI, Malah ada diantara mereka yang meminta JAI masuk ke Islam. Semua ini merupakan input yang akan digodok pemerintah.

Kemudian, ada dari kalangan prodemokrasi yang menyarankan kepada pemerintah tidak menerbitkan SKB itu. Argumentasinya adalah konstitusi telah menjamin kebebasan berkeyakinan dan beragama.

Pancasila menjadi dasar yang mewajibkan negara menghormati setiap perbedaan. Negara ini dibangun dengan penghormatan tertinggi terhadap UUD 1945. Sudut pandang itu yang membut keberadaan SKB hanya merupakan aturan yang bertentangan dengan hakikat konstitusi.

Imbasnya adalah dunia internasional akan mengecam negara Indonesia jika tetap meloloskan SKB dan lain-lainnya. Semua ini juga input yang menjadi bahan bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan yang tidak merugikan. Jalan tengah dan adil.

Ini kita sedang melihat bagaimana komunikasi politik beroperasi. Dari input itu kemudian diproses dan akan menjadi output atau kebijakan pemerintah.

Selanjutnya, jika SKB akhirnya ditolak, itupun akan menjadi permasalahan lanjutan. Output it tidak berhenti dengan tidak dikeluarkan SKB. Sebab, setelah itu orang akan bereaksi lagi. Kebijakan itu akan dijadikan bahan untuk menuntut pemerintah lagi. Dan itu menjadi input lagi dan seterusnya.

No comments: