Sunday, May 18, 2008

Disiplin Membuang Sampah Otak

Aku ingin membuktikan bahwa kala pikiran buntu dan tidak ada yang menarik untuk dijadikan bahan tulisan, nyatanya tetap bisa bercerita. Sekarang contohnya, hehehe.. Teks ini kutulis saat aku sedang dalam titik nadir produktivitas. Melamun dan tidak menghasilkan pekerjaan kreatif sesuatupun.

Aku nongkrong di warnet. Warnet yang pernah menunjangku membuat laporan-laporan buat media tempat kerjaku, Koran Tempo, selama lima tahun. Duduk di pojok. Rasanya aku kembali lagi pada situasi saat itu. Beberapa tahun yang lalu. Sekarangpun, sebenarnya aku sangat capek dan entah bagaimana mengeluarkannya.

Ada sebuah kekuatan dahsyat di dalam kepala. Kekuatan itu adalah semangat ingin menjadi seorang yang mampu menulis dengan baik dan mendalam. Tulisan itu berarti berguna untuk mengembangkan imajinasi masyarakat, memberikan pemecahan dan sebagainya. Tentu saja itu menjadi cita-cita bagi semua yang ingin menulis.

Aku sadar bahwa untuk mencapai level itu tidak semudah membayangkannya. Bayanganku kadang-kadang ingin cepat-cepat sampai ke sana. Tetapi, faktanya dukungan-dukungan seperti mampu mengatur jalan pikiran, logika, bahasa dan ketenangan, belum kudapatkan.

Tapi, aku tahu, untuk mencapai jalan itu membutuhkan perjalanan. Proses. Segala sesuatu, terutama bidang menulis, bidang jurnalistik, dimulai dari tidak bisa menjadi agak bisa dan bisa. Menulis adalah sebuah keterampilan yang menunggu pengasahan dari yang bersangkutan. Begitu juga aku. Aku hanya membutuhkan disiplin berlatih menulis.

Aku percaya bahwa kapanpun, suasana apapun dan dimanapun, bisa untuk melatihnya. Seperti saat ini, kala sedang stress-stressnya, aku masih bisa menceritakan hal-hal yang menghambatku. Dengan cara seperti ini, sebenarnya aku sedang mempompa sekaligus melatihku membiasakan menulis.

Lihat saja, sekarang ini aku sudah mengetik berapa alenia, berapa karakter. Berhasil kan aku sampai di kata ini.

Aku tidak boleh menganggap latihanku sekarang ini. Seperti yang kutulis sekarang ini sebagai hal yang aneh, tidak berpanfaat dan konyol. Inilah proses berlatih. Proses mengalahkan hambatan keinginan menulis. Aku berhasil memuntahkan sampah-sampah pengganjal otakku.

Aku terdiam dan berpikir. Sempat berpikir bahwa apa yang kulakukan ini sebenarnya memang sia-sia. Menulis apa ini? Asal-asalan. Tapi, di sisi lain, aku sadar bahwa perasaan semacam itulah sampah itu. Sampah yang menghentikan orang untuk latihan. Kesombongan yang diciptakan oleh sistem pengajaran yang kuterima selama ini.

Sudah dulu ya. Aku berhasil menulis cerita sampahku selama beberapa menit.

No comments: