Sunday, May 25, 2008

Tetanggaku

Kalau sore hari di lingkungan sekitar tempat kosku ramai sekali. Anak-anak keluar rumah dan bermain di gang permukiman depan kos. Ada yang berteriak-teriak. Ada yang tertawa-tawa. Ada yang merengek. Ada yang bernyanyi.

Orang tua mereka duduk di bangku depan posyandu. Yang masih punya anak kecil, biasanya menyuapi putra-putrinya dengan sabar. Sementara orang tua lainnya ada yang ngobrol mengenai kerumitan sehari-hari.

Sore itu, langit di atas Kemayoran nampak berawan. Udara rasanya gerah sekali. Sebentar lagi akan datang gelap.

Ada satu anak laki-laki dan ibunya yang menarik perhatianku. Dia sedang makan nasi bungkus dengan ditemani ibunya di depan posyandu. Satu bungkus dimakan berdua.

Ibu anak ini sepertinya sedang sakit. Badannya amat kurus dan kecil. Kulitnya cenderung gelap dan mati. Kalau berjalan kakinya tertatih-tatih. Mungkin kalau kena angin agak besar dia akan jatuh.

Sepertinya, dia sudah lama sekali menderita suatu penyakit kronis. Wajahnya selalu saja muram. Giginya rusak dan sangat coklat. Rambutnya awut-awutan seperti penampilan pada umumnya orang kurang waras. Kondisi yang sama juga dialami ayah dari anak itu.

Tapi, keadaan anak yang dilahirkan sehat dan segar sebagaimana anak-anak normal lain di kampung ini. Dia mendapat kesempatan belajar dan lainnya.

Menurutku, keluarga ini memang memiliki kekhususan. Jarang sekali ibu itu diajak ngobrol dengan para tetangga. Cenderungnya, dia malah dijauhi. Aku menduga karena penampilannya yang awut-awutan itu.

Dia juga tidak lancar berbicara. Kalau ngomong dengan suami dan anaknya, dia seperti melengking-lengking setengah mati. Entah penyakit apa yang memakannya.

Mereka tinggal dekat kosku. Hanya berjarak tiga petak rumah. Keluarga ini tidak bekerja. Untuk menanggung biaya hidup, mereka mengandalkan bayaran sewa kos.

Kalau aku sedang berangkat kerja, aku selalu mengangguk pada ibu itu. Dia pasti tersenyum dengan memperlihatkan giginya yang kotor dan sebagian besar hancur. Kadang-kadang dia mengangguk senang sekali.

Ibu ini memang sangat kesepian. Kesulitan berdialog dan tidak diajak membaur dengan tetangga.

Aku sering melihatnya makan es batu pada pagi hari atau malam hari. Mungkin, giginya hancur karena itu. Kata ibu rumah tangga lain, sehari-hari, dia memang suka makan es batu dan tidak kenal waktu.

Kalau malam hari, seringkali dia mencuci pakaian di tempat penampungan air umum di pertigaan jalan. Aneh memang, kadang jam satu dini hari dia mencuci. kadang tengah malam masih nyuci alat memasak.

No comments: