WARTAWAN MUDA usia di bidang olah raga ini dapat tugas dari redaksinya untuk wawancara juru bicara presiden. Kantornya di komplek Istana, di mana tidak sembarang wartawan bisa dapat akses ke sana.
Setelah membuat janji pertemuan dengan juru bicara presiden, wartawan muda usia ini siap-siap meluncur dengan sepeda motor bebeknya.
Tapi, sebelum ia meluncur, tiba-tiba teman-temannya mencegat. Ada teman yang kemudian menasihati si wartawan muda kalau masuk ke komplek istana itu wartawan mesti berpenampilan rapi. Tidak kumal. Celana pun dilarang yang berjenis jeans, melainkan harus celana kain atau sering disebut celana bahan.
Agak kaget si wartawan. Badannya agak berkeringat mendengar syarat-syarat yang baru saja disebut temannya itu. Ia pikir, liputan ke Istana sama seperti di tempat liputan lainnya. Bisa pakai kaos dan celana jeans. Terus, bagaimana caranya ia memiliki celana bahan pada saat itu juga.
Waktu pun terus berputar. Matahari sudah di ubun-ubun. Jadwal perjanjian wawancara dengan juru bicara presiden sudah dekat. Tak mungkin ia bilang ke redakturnya kalau ia malu atau batal wawancara hanya karena soal celana.
Maka, bergegaslah si wartawan muda usia itu meluncur. Karena ia tidak punya persediaan celana bahan di kosnya atau ia tidak mungkin pinjam celana temannya karena pasti tidak muat, maka ia akan mampir dulu ke pasar kain di Tanah Abang.
Sesampai di pasar, ia buru-buru mencari tempat jualan celana bahan. Ia keluarkan Rp35.000 untuk sepotong celana warna krem. Karena jadwal perjanjian makin dekat, ia langsung kembali ke tempat parkir dan melompat ke sepeda motor. Lalu ngacir.
Sepanjang jalan, ia berpikir, di mana tempat ganti celana. Akhirnya, ia temukan tempat strategis untuk ganti celana, yaitu di kantin dekat komplek Istana. Celana jeans ia bungkus pakai plastik kresek bekas. Lalu, ia pakai celana baru, celana bahan.
Seandainya ada teman-temannya melihat kejadian itu, pastilah akan tertawa terbahak-bahak. Celananya agak kependekan. Rupanya, ia tidak terlalu teliti mencoba celana itu di pasar tadi. jadi, kalau jalan, mirip aktor komedian, Charlie Chaplin. Untung dia tak pakai topi.
Agak malu sebenarnya si wartawan muda usia ini mengenakan celana itu, tapi apa boleh buat. Demi tugas redaksi, ia pun harus segera masuk kantor juru bicara presiden untuk wawancara mengenai kampanye bike to work yang akan dicanangkan si juru bicara presiden.
Waktu pun berlalu. Tahun berganti tahun. Celana bahan kenang-kenangan itu, masih disimpan rapi si wartawan muda usia di kamar kos.
No comments:
Post a Comment