WARTAWAN bodrek, siang itu, lagi kumpul-kumpul di warung kopi tempat biasa nongkrong. Hari itu, mereka sudah mengincar pejabat yang akan dimintai uang. Salah satu pejabat yang akan jadi sasaran ialah yang bertugas di kantor Pekerjaan Umum di kota dekat laut.
Setelah diskusi singkat, mereka pergi dari warung kopi. Mereka memacu kencang sepeda motornya agar segera sampai di kantor PU.
Tak lama kemudian, mereka tiba di tempat tujuan. Sesampai di sana, mata mereka liar, mencari sang pejabat. Tengok sana-tengok sini. Tapi, tak ada pejabat yang terlihat menarik.
Lantas, mereka mencari ke ruangan sang pejabat yang tadi diincar. Pejabat PU ini jadi sasaran karena paling banyak proyek di departemen itu. Dan sebagian proyek di dinas ini, punya masalah. Mulai soal curangnya tender proyek sampai pengerjaan yang tidak sesuai bestek atau ketentuan yang berlaku.
Wartawan ini memiliki semua data soal itu. Tinggal bagaimana cara mengolahnya yang bagus agar si pejabat mau membagi uang korupsinya.
Sampai di depan pintu, wartawan lapor dengan ajudan pejabat tadi dan singkat cerita mereka langsung dipersilahkan masuk.
Dengan wajah sok sangar, sang wartawan mulai keluarkan pena, kertas, tape recorder, dan kamera.
Wartawan tanya sana-tanya sini dengan nada sinis. Sang pejabat pun hanya diam saja atas tingkah wartawan ini. Lalu mereka mengatakan punya data proyek bermasalah.
Pejabat itu kemudian tidak bisa berkutik atas data-data yang ditunjukan wartawan tadi. Sang pejabat bingung tidak tahu harus menjawab apa. Pokoknya pejabat ini pada intinya sudah bersedia untuk membayar 86 alias menyuap wartawan agar tidak perlu membesar-besarkan soal proyek itu.
Tapi rupanya wartawan ini terus menerus mencoba menekan metal sang pejabat. Mungkin berharap kalau sudah tak berkutik sama sekali, lantas akan dikasih uang lebih banyak.
Salah satu wartawan bilang begini, "Bapak jangan macam-macam ya, diproyek yang bapak kerjakan banyak masalah tuh."
Pejabat, "Nggak semua bermasalah pak.” Sambil senyum-senyum, ia melanjutkan, “Masak nggak bisa kita damai sih pak."
Wartawan, "Eh bapak jangan coba-coba merayu saya ya, Nanti kalau saya infus bapak, pasti ditangkap jaksa."
Pejabat, "Salah pak wartawan, ekspos maksudnya, bukan infus."
Wartawan agak kaget karena salah bicara, lalu meninggikan suara, "Iya, itu maksud saya."
Sang pejabat yang tadinya takut, malah sekarang tak gentar dengan wartawan bodrek itu. Ia kembali percaya diri karena sekarang tahu sedang menghadapi wartawan dari media tidak jelas yang cuma berani gertak. Masa mau ekspos berita, dibilang infus.
"Silahkan bapak infus saya sekarang juga."
No comments:
Post a Comment