Thursday, August 26, 2010

Wartawan Amplop Kena Tipu

BIAR DIKATA masih yunior, kenekadan wartawan satu ini di dunia peramplopan boleh dibilang tiada tanding. Makanya, untuk urusan satu itu, rekan-rekan lain angkat topi deh.

Hampir semua acara konferensi pers yang berada dalam jangkauan liputannya akan ia sambangi. Terutama acara-acara rilis kebijakan yang diselenggarakan oleh departemen-departemen.

Karena, berdasarkan pengalaman selama malang melintang di dunia peramplopan Tanah Air, sudah barang tentu acara-acara semacam itu ber-ending dengan membahagiakan hati. Amplop.

Kehebatannya bukan hanya di bidang ketahanan dalam bergerilya amplop dari satu acara ke acara lain. Tapi, ia juga dikenal pandai membaca bahasa tubuh humas atau korlap wartawan saat akan membagi-bagikan amplop kepada wartawan yang hadir ke acara.

Dengan bangga ia bercerita. Katanya, kalau di departemen A, bahasa tubuh humas atau korlap saat akan membagikan amplop ialah dengan menggerak-gerakkan wajah ke arah tertentu mirip orang lagi sakit leher. Artinya, wartawan disuruh berkumpul di salah satu sudut ruang.

Sedangkan di departemen lainnya, kata dia, biasanya humas dan korlap akan mencolek tangan atau perut wartawan. Maksudnya, agar bersiaga karena amplop akan segera dibagi.

Pokoknya, dari pengalamannya, bahasa tubuh pegawai humas atau korlap selalu berbeda-beda di tiap acara.

***

Nah, suatu hari, si wartawan pembaca gerak tubuh ini menghadiri suatu acara rilis di salah satu kantor di bawah departemen A. Kebetulan, isi acaranya memang bagus untuk konsumsi media tempatnya bekerja.

Setelah acara seminar selesai, seperti biasa, ia akan duduk diam dulu. Ia telah memprediksi panitia pasti sedang mempersiapkan amplop. Ia perhatikan orang-orang sambil berharap-harap menemukan humas.

Tiba-tiba, matanya tertuju kepada seorang ibu-ibu yang sejak awal acara sampai akhir acara duduk di salah satu kursi. Ia langsung riang gembira begitu melihat ibu itu menggerak-gerakkan kepalanya mirip orang sakit leher. Arah gerakannya ke atas. Berarti ia minta wartawan naik ke atas, kebetulan kantor humas departemen itu memang di lantai dua.

Buru-buru ia melangkah. Ia menyusuri tangga yang berbentuk melingkar menuju ke lantai dua. Sesampai di atas, ia menunggu sebentar. Ia mencari ibu tadi yang ternyata masih berdiri di bawah. Sabaaaar.

Seperempat jam ia di atas, tapi belum ada tanda-tanda pegawai humas menemuinya. Lalu, ia melongok ke bawah lagi. Sudah sepi. Lalu matanya memandang jauh ke pintu keluar, ternyata si ibu yang gerak-gerak kepala tadi di sana.

Lalu, ia turun. Ia mendekati ibu itu. Lho, ibu itu ternyata masih saja menggerak-gerakkan kepala. Kemudian, ia perhatikan ibu itu terus menerus.

Ternyata, sial benar, ibu itu agaknya memang punya semacam kelainan di organ tubuhnya. Sehingga setiap beberapa menit, pasti menggerakan kepala ke samping. Dengan penuh duka cita, lalu si wartawan tadi pergi meninggalkan tempat itu.

1 comment:

Anonymous said...

kaciaaaaaaaaaaaaan deehhhh, humasnya dah ngilang ma yg lain donk wakakakak