Monday, August 16, 2010

"Ma Untuak Kami"

KEJADIAN ini benar-benar menyedot perhatian. Betapa tidak. Wartawan adu mulut, bahkan nyaris adu jotos di tepi jalan. Gara-garanya bisa dibilang sepele, bisa juga dibilang berat. Yakni, karena tak dapat jatah alias jale alias amplop alias 86.

Kisahnya begini, sebuah organisasi wartawan di salah satu daerah di Sumatera Barat mengadakan pelatihan hukum terkait dengan pers. Acaranya berlangsung di hotel. Karena temanya hukum, yang hadir banyak dari aparat penegak hukum, kejaksaan, polisi, dan pengadilan.

Banyak juga wartawan dari daerah setempat datang. Wartawan yang diundang hadir semuanya. Yaitu, sesuai undangan yang disebar panitia, setiap media mengirimkan satu wartawan, baik itu media cetak, elektronik, maupun televisi.

Sebelum masuk ke ruang acara, wartawan yang diundang itu terlebih dulu diminta untuk mengisi daftar hadir. Setelah siap, acara dimulai pukul 10.00 WIB. Materinya menarik dan berat. Detik jam terus berjalan. Dan acara itupun diakhiri pada pukul 16.00 WIB.

Setelah acara ditutup, panitia meminta para wartawan dari media-media yang diundang untuk menghadap panitia bagian keuangan. Soalnya, ada pembagian uang transportasi.

Sebelum acara pembagian uang, sang panitia mengecek satu persatu nama wartawan yang hadir. Setelah beres, mulailah pencairan dana transportasi.

Setelah pembagian beres, para wartawan diminta menandatangani kwitansi sebagai tanda bukti penerimaan uang. Lalu, semuanya mulai bubar dan meninggalkan tempat kejadian perkara.

Tetapi, tiba-tiba ada empat orang yang mendatangi mbak-mbak yang jadi panitia pembagi uang transportasi tadi. Empat orang itu, tiga di antaranya masih muda usia, sedangkan satu lagi usianya sekitar 40 tahun.

Mereka ini, rupanya sejak awal pembagian uang sampai tanda tangan hadir di ruangan. Dengan gaya yang sedikit mengancam salah satu wartawan itu bicara kepada panitia.

“Ma untuak kami, kami kan ikuik acarako, sejak tadi,” katanya. (mana jatah kami, kami kan sudah mengikuti acara ini sejak tadi)

Mbak-mbak yang jadi panitia tidak begitu saja membagikan uang transportasi. Ia bertanya dengan nada keibuan, “Apak dari media ma?” (bapak-bapak dari media mana ?)

“Saya dari media XXXXX. Kami ini empat orang media yang sama, kami ingin mengekspos acara ini lebih mendalam dari pada media lain,” katanya dengan nada penuh percaya diri.

Kemudian mbak-mbaknya kembali bertanya. “Kalau dari media (XXXXX) itu udah dikasih dana transportasinya pak, nah ini tanda tangannya,” ujarnya.

Namun, keempat wartawan terus berkeras hati minta jatah. Mbak-mbak panitia yang agak geregetan, tidak mau ambil pusing. Ia langsung melapor ke ketua panitia acara.

Setelah itu, ketua datang. Ketua langsung menghampiri keempat wartawan dan menjelaskan perihal uang transportasi. Bahwa, sudah diberikan kepada wartawan yang juga dari media yang disebut keempat orang itu.

Tapi, keempat wartawan tetap bersikeras bahwa mereka belum terima uang. Sampai akhirnya datang lagi panitia masuk ke ruangan dan berembuglah mereka semua di sana.

Salah satu panitia yang badannya cukup besar menjelaskan kepada empat orang wartawan tadi.

“Modeko pak, tadi memang ala diagiah pitinyo samo kawan apak tadi dan uangnya itu sudah dilebihkan untuk bapak-bapak ini, lai nyo agiah tahu, dek karano media samo maka tandantanganyo ciek se dibuek,” katanya sang panitia. (begini pak, tadi memang sudah dikasih uang transportasinya, sama kawan bapak tadi itu sudah dilebihkan sedikit, ada dikasih tahu sama kawan bapak? ini karena media sama, maka tanda tangannya cukup satu saja)

Ke empatnya lalu mengangguk tanda mengerti maksud panitia berbadan besar itu. Lalu, geserlah mereka dari ruangan. Mereka keluar.

Di luar, ternyata kawan-kawan keempat wartawan tadi menunggu di parkiran sepeda roda dua. Kawan-kawan mereka itulah yang tadi pagi tanda tangan absen.

Begitu mereka bertemu, dari jauh terlihat seperti perang mulut. Beberapa wartawan lainnya hanya melihat dan melongo. Tampak si wartawan yang usianya 40 tahun dan tiga temannya yang tadi bertemu panitia, menaik-narik kancing baju pemuda di tempat parkir tepi jalan.

Panitia acara tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka hanya menonton para wartawan itu dari jauh.

Lama-lama situasi makin panas. Sampai akhirnya, satpam gedung meminta para wartawan itu untuk pergi karena dikhawatirkan terjadi bentrok fisik.

No comments: