BARU-BARU INI, berlangsunglah kunjungan anggota dewan di provinsi wisata ini. Di tempat acara, mereka membicarakan macam-macam isu. Tapi yang paling panjang, yaitu soal stok BBM menjelang puasa dan lebaran.
Seperti biasa, kalau ada acara semacam itu, selalu ada koordinator yang mengurus wartawan-wartawan nakal alias wartawan amplop. Orang yang bertanggung jawab di sektor amplop acara ini ialah ajudan salah satu anggota dewan.
Usai acara, para wartawan dipanggil. Bagi yang tahu peta dunia wartawan nakal, pastilah ia mengerti maksud dari panggilan koordinator acara tadi. Mereka langsung kumpul. Sementara, wartawan yang masih idealis, langsung pergi begitu liputan kelar.
Nah, di acara pencairan alias bagi-bagi amplop, koordinator bisa membedakan mana wartawan televisi, radio, dan koran. Masing-masing sudah diberi jatah. Tentu saja beda nilainya. Untuk wartawan TV Rp300 ribu, radio Rp100 ribu, sedangkan cetak Rp200 ribu.
Di sela-sela pencairan dana, bisik-bisik si koordinator bertanya kepada salah satu wartawan yang baru terima amplop. “Siapa dua orang itu, yang pinggir pintu, ngantri paling akhir itu,” katanya.
Karena ditanya, lalu wartawan itu bilang. "Pak, yang dua orang itu kalau mau absen (agar dapat jatah) jangan dikasih. Dia bukan wartawan betulan alias B (bodrek). Medianya kadang terbit, kadang tidak terbit.”
Setelah tahu situasinya, koordinator hanya membagi-bagikan jatah amplop kepada wartawan yang identitasnya jelas saja.
Ketika acara bagi-bagi amplop selesai, tiba-tiba duo wartawan bodrek tadi datang menghadap koordinator. Mereka ingin absen. Sambil memegang pulpsen, ia meraih kertas absen.
Tapi, ajudan anggota dewan yang menjadi koordinator tadi mengatakan, “Maaf ya, absen sudah tutup.
"Tapi, kan saya wartawan juga, pak," ujar salah satu wartawan bodrek.
"Maap, sudah tidak bisa lagi," jawab koordinator sambil berlalu.
Rupanya hal itu tidak tidak menyelesaikan persoalan. Duo wartawan tidak sepertinya tidak terima. Ia terus menempel si koordinator sambil merayu-rayu meminta jatah amplop karena sudah ikut acara anggota dewan dari awal sampai akhir.
Sampai akhirnya, koordinator menyerah. Ia terpaksa memberi duo wartawan bodrek itu uang. Tapi, nilainya tentu jauh lebih kecil dari yang diterima wartawan resmi yang suka amplop tadi.
No comments:
Post a Comment