SUATU ketika, seorang petinggi gedung wakil rakyat menyelenggarakan acara buka puasa bersama di rumah dinas yang ia tinggali.
Seperti tahun-tahun sebelumnya, banyak pejabat yang diundang. Mulai dari pejabat biasa sampai pejabat luar biasa di negeri ini datang ke sana. Makanan sangat berlimpah. Demikian pula minuman serta snack-nya. Kali itu, suasana buka puasa bagaikan pesta.
Selain pejabat beserta staf yang jumlahnya kira-kira mencapai 200 orang, terdapat pula sekelompok orang dengan tampang sangat capek. Mereka adalah wartawan.
Di dalam rumah, tamu-tamu kelas eksekutif sudah mulai menyantap makanan yang tersedia. Tetapi, di luar ruangan, ternyata semua makanan belum boleh disantap oleh tamu kelas bisnis dan ekonomi.
Tiba-tiba kegaduhan kecil terjadi ketika ada wartawan yang nekat mengambil es kelapa yang penyajiannya sudah menggoda sejak sore. Karena jumlahnya kalah banyak, petugas katering kemudian membiarkan mereka mengambil makanan dan minuman itu.
Suara gaduh yang timbul karena para wartawan yang haus dan lapar itu sedang makan, akhirnya terhenti, ketika tiba waktunya acara salat magrib bersama.
Usai shalat, acara selanjutnya adalah menyantap makanan berat. Lagi-lagi terjadi kegaduhan karena para wartawan terlambat untuk dipersilakan mengambil makanan.
Tak lama kemudian, acara makan-makan itu berakhir. Wartawan yang sudah datang sejak jam 16.00 WIB menunggu di salah satu sudut yang dijanjikan oleh koordinator lapangan alias semacam orang yang dituakan untuk mengurus kebutuhan wartawan. Wartawan-wartawan nakal itu sudah yakin, pasti sebentar lagi akan ada pencairan alias bagi-bagi amplop lebaran. Soalnya, mereka ingat kalau di tempat pejabat lain, pastinya momen semacam ini, selalu ada uangnya.
Namun apa lacur, 'berkah' yang ditunggu-tunggu wartawan nakal itu ternyata tidak pernah datang sampai acara bubar.
Kekesalan mereka bertambah besar manakala teringat tiga kali lebaran sebelumnya di rumah itu juga. Pemilik rumah dinas ini, tidak pernah mau membagi-bagikan berkah amplop.
Sambil bersungut-sungut, seorang wartawan nakal pun bernyanyi: tiga kali lebaran, tiga kali 'puasa.'
NB:
Akhirnya wartawan-wartawan itu mengambil hikmah dari kasus ini: Jangan mau diundang buka puasa oleh petinggi gedung dewan ini. Tidak pernah jelasssssssss!!!
No comments:
Post a Comment