CARA wartawan nakal yang suka minta amplop narasumber, ternyata ditiru juga oleh orang awam. Sebagai contoh yang terjadi di acara ulang tahun lembaga di bidang pendanaan ini.
Saat itu, yang datang ke acara itu bukan cuma petinggi pemerintah, melainkan juga pengusaha-pengusaha sukses. Di antara kerumunan orang yang datang, termasuk wartawan, ada seorang pria berbadan besar berjalan pelan-pelan di tengah ruang.
Pria itu mengenakan pakaian gelap. Melihat penampilannya, mengingatkan pada gaya ajudan bupati, gubernur, atau menteri.
Di pojokan, pria berambut klimis itu mendekati panitia, kebetulan waktu itu ada banyak wartawan di sana. “Bu, saya mau pamit,” katanya kepada panitia.
“Ya silahkan pak, kalo sudah selesai tugasnya,” kata panitia sambil memperhatikan daftar acara di kertas yang ia genggam.
Si pria berseragam mirip ajudan itu berkata lagi. “Yah, tapi kalau pergi kan bukan begini caranya bu. Saya ini mau pamit baik-baik, karena ada yang nunggu di luar sana. Mohon bu, kami meminta bagian kami.”
“Lah bagian apa ya pak,” kata panitia sambil mengira bapak itu sedang melucu. Soalnya, kalau diperhatikan tampangnya, tidak pantas pria itu meminta-minta seperti itu. Lama-lama, ibu itu jadi teringat ada wartawan amplop yang minta uang padanya tahun lalu.
Belum lagi si panitia bicara, si seragam menambahkan, “Tapi, ya paling enggak ada yang harus dibawalah bu, masa tangan kosong begini.”
Panitia menjawab, “Kalau mau pamit ya udah, silahkan pak. Silahkan pulang dan hati-hati di jalan.”
Si seragam menjawab, “Wah gak bisa bu. Saya ini mau pamit baik-baik loh. Tadi saya kan ikut juga membantu ibu.”
Karena tidak ditanggapi, si seragam itu sampai bilang kalau dia anggota intelijen. Tapi, itu tidak bisa dipercaya begitu saja. Karena semua petugas keamanan harusnya sudah pergi begitu acara selesai, tapi si seragam itu tetap bertahan.
“Yah pokoknya harus ada sesuatulah, seikhlasnya ibu saja berapa. Saya ini intel.”
Semua orang, khususnya wartawan menyaksikan perbincangan kedua orang itu. Tapi, tidak ikut campur tangan.
Tidak lama kemudian, entah karena panitia tidak mau ribut dengan pria itu, akhirnya si panitia memberikan kalender kepada si seragam. Barulah setelah itu, si seragam itu pergi.
No comments:
Post a Comment