Friday, August 20, 2010

Kuciwa, Informasinya Tak Valid

KATA WARTAWAN SENIOR, jadi wartawan harus siap tempur kapan pun dan di mana pun. Nasihat ini benar-benar diimani si Boim -- nama samaran -- dan Sujoko -- samaran juga. Mereka kerja di stasiun televisi swasta -- beda channel.

Makanya, meski keduanya masih tergolong wartawan yunior, kedua pemuda ini sudah dikenal oleh teman-temannya sebagai wartawan militan.

Nah, pagi itu, keduanya sedang jalan bareng sambil menunggu datangnya informasi peristiwa kriminal dari teman-teman lain. Di tengah jalan, tiba-tiba terdengar bunyi, ‘trilit, trililiiiiiit.’ Telepon genggam Boim yang masih jadul itu bunyi.

“Ups, ada SMS cuy,” ucap Boim dengan gaya sedikit ingin ikut-ikutan anak gaul.

Lalu, ia buka itu SMS dari nomor tidak dikenal. Bunyinya begini, “Orang tua siswa protes buku paket sekolah.”

Lalu, di bawah SMS tertulis alamat TKP dan nomor kontak pengirim informasi berita.

Ia senang bukan kepala. Karena akan dapat liputan bagus. Boim langsung meluncur dengan kuda besinya berbocengan dengan Sujoko. Kemacetan diterobos. Polisi tidur dihajar. Pokoknya, bisa cepat sampai di tempat tujuan.

Tak lama kemudian, mereka sampai di TKP sesuai yang tertulis di SMS. Di sana, ternyata tidak ada orang tua murid yang sedang demo. Hanya ada seorang laki-laki mengenakan baju seragam safari mirip Paspampres. Tapi warna pakaian safarinya sudah agak pudar.

Belakangan diketahui, ternyata pria itulah yang menyebarkan informasi berita lewat SMS kepada si Boim. Pria ini, di daerah itu dikenal sebagai wartawan bodrek. Ia paling rajin ikut acara-acara rapat di balaikota. Pantas saja ia bisa tahu nomor wartawan lain, termasuk Boim.

Lalu, Boim pun bertanya kepada pria itu sambil turun dari motor. “Bos, yang demo pade kemane ya?”

Si penyebar SMS yang ternyata bernama Durman (bukan nama asli) pun menjawab, “Waaahh tadi niatnya ada bos.”

Boim, “Terus pada kemana?”

Durman, “Ya mereka masih di rumah.”

Boim, “Terus jadi demonya?”

Durman, “Besok aja kali ya bos. Sekarang lum siap.”

Boim, “Kok lum siap. Sebenernya yang mau demo siapa?”

Durman, “Ya warga.”

Boim, “Terus kaitannya dengan bapak apa.”

Durman cengar-cengir. Lalu, ia menjawab. “Yak kan saya wartawan juga, pak.”

Si Boim dan Sujoko kesal bukan main. Mereka melengos dan menggerutu dengan ulah Durman.

“Heuh dasar.” Boim dan Sujoko pun meninggalkan tempat itu.

4 comments:

Galuh Parantri said...

Ada juga penggerak massa?
ckckck sungguh terlalu. Dunia ini bener panggung sandiwara ya? layar kaca meghadirkan reality show yang make script, atau berita live yang kdg berlebihan atao diskenario jugah...

Siswanto said...

yaa begitulah mbaknya.. wkwkw

chos said...

itu bodrek yang mau meres kepala sekolah tuh....buka main dah kelakuannya....lain kali kasih info tentang teroris aja bang...biar ditembak densus tuh bodrek...hihihihihi....

Siswanto said...

wah, kalau densus turun tangan, bisa rame sekali tuh pak. wkwkkw